Mereka mencari bitch... dan menemukannya dalam diri
mereka masing-masing.
Xylana, Kynthia,
Keisha, Vinka, dan Arimbi. Si jutek yang perfeksionis, si cantik yang lembut
hati, si serampangan berlidah tajam, si ibu peri yang ramah dan ceria, dan si
mungil yang rapuh. Lima orang dengan karakter berbeda terdampar di kantor yang
sama. Dari makan siang bersama, mereka menjadi sahabat sejati. Ada yang
menyukai mereka, ada yang membenci mereka. Satu demi satu mereka ditimpa
masalah besar. Apakah ini perbuatan Kasih Kinanti, si superbitch, musuh besar mereka bersama? Atau apakah ada orang lain
yang sebenarnya jadi serigala berbulu domba, musuh mereka yang sebenarnya?
The Lunch Gossip,
Tria Barmawi
Gramedia Pustaka Utama, 264 halaman
***
Novel Metropop ini
menceritakan lima orang yang bersahabat di kantor, dan mereka berlima memiliki
karakter yang begitu berbeda.
Yeah, yeah. Rasanya udah
lama tidak membaca Metropop yang menggigit seperti ini. Dalam artian, terasa
banget dalam building the characters dan juga dunia karier
yang memang benar-benar seperti itu—eat or
be eaten.
Di awal cerita, saya
tertarik dengan artikel bitch yang
dibaca Keisha—dan karakternya yang paling saya suka meski keras kepala disusul
oleh Xylana. Mereka mempertanyakan apakah mereka semua masuk dalam kategori bitch. Kalau Keisha sih memang dengan
entengnya bilang dia bitch, tapi yang
lain… kayaknya mereka harus pikir-pikir. Tapi toh akhirnya mereka berlima
setuju kalau ada si superbitch: Kasih
Kinanti yang bawaannya cari ribut terus sama mereka berlima. Tapi, ternyata ada
yang lebih bitch daripada si superbitch itu.
Oke, cukup spoiler ceritanya. Bagi saya pribadi,
kelebihan yang ada di novel The Lunch
Gossip adalah karakter-karakternya yang bisa dibilang manusiawi. Jadi enak
saja menikmati interaksi mereka. Oh, juga dengan karier mereka di perusahaan IT
yang membuka mata saya dalam dunia pekerjaan. Hal itu terasa sekali
atmosfernya. Menjadi reminder juga
kalau di dunia pekerjaan mungkin masih ada orang-orang “tega” seperti itu, tapi
juga ada orang yang “tulus”. Alur ceritanya sih sebenarnya tidak terlalu
istimewa, bahkan mudah ditebak, tapi pengemasan cerita yang ditulis oleh Tria
Barmawi termasuk apik. Dan saya menikmatinya.
Kekurangan novel ini… apa,
ya? Mungkin judulnya. Jujur deh, kalau saya tidak direkomendasikan oleh teman
saya untuk baca ini, saya tidak akan membacanya. Karena rasanya… “Hah? Gosip pas
makan siang? Ceritanya karakternya suka gosip di makan siang doang?” Memang
benar sih, tapi tidak seperti itu juga sentral ceritanya. Lebih cocok ada “bitch”-nya biar langsung menarik atensi.
Soal typo, masih ada tapi saya tidak
mencatatnya saking serunya novel ini. Novel ini jadi salah satu Metropop
realistis yang saya favoritkan. Omong-omong, saya juga sudah baca lanjutan
novel ini, The Reunion. Dan membaca
dua novel Tria Barmawi ini, saya penasaran untuk membaca novel-novel beliau
sebelumnya.
No comments
Post a Comment