“Rangkaian
kata-kata yang dituturkan Hendri mengaburkan batasan antara kenyataan dan
cerita fiksi. Karya ini merangkum kejadian yang mungkin saja terjadi dan sudah
terjadi, dan mengingatkan saya tentang ketidakadilan yang terus terulang.
Sembari membaca, ada kepedihan dan kemarahan yang menjilati emosi saya, dan
setiap ada darah pembalasan yang menetes, saya dirasuki rasa puas. Seakan
Lilith membisiki telinga saya.”
- Sunny Soon, aktor "Cin(T)a dan
"Demi Ucok"
Kitab ini
membisikkan sebuah rahasia terbesar dalam sejarah manusia: Setelah menciptakan
Adam, Tuhan tidak menciptakan Hawa. Melainkan seorang perempuan cantik bernama
Lilith. Hanya saja, kedatangan Hawa tak lama setelah penciptaan mereka membuat
Adam lebih memilih Hawa. Kemarahan Lilith membuatnya menjalin kasih dengan
Lucifer—sang iblis—dan berkelana dari satu zaman ke zaman lain menuliskan
dendam dan pembalasan para perempuan.
Pada tiap lembar
kitab ini, ruap aroma darah dan semerbak wangi perempuan akan menyihir
tiap-tiap mata yang menjelajahinya. Tiap-tiap kisahnya pun akan membawamu pada
kegelapan pekat yang tak pernah kamu kunjungi sebelumnya. Apakah kamu sudah
siap ditelanjangi dan disiksa oleh Lilith—ibu kaum perempuan yang sesungguhnya?
“Lilith’s
Bible tells us dark tales about women and their tabooed passions. A macabre
series of feminist stories. Brilliant.”
- Amahl S. Azwar, The Jakarta Post
Lilith’s Bible, Hendri Yulius
Elex Media Komputindo, 212 halaman
***
Pertama, saya memang udah
tertarik ketika buku ini seliweran di news
feed Facebook. Judulnya juga menarik. Pas dilihat di Goodreads, baca
sinopsisnya, makin penasaran. Akhirnya beberapa minggu yang lalu saya pun
membelinya dengan ekspektasi sedemikian rupa.
Dan, saya sama sekali tidak
kecewa. Pertama, mungkin saya bukan kuliah di sastra Indonesia (teman saya yang
jurusan itu selalu bilang ada buku-buku wajib untuk masuk kelas feminisme, tapi
mungkin saja kalau ada perubahan buku kanon, buku ini juga masuk), jadi tidak
terlalu bisa mengerti letaknya bagaimana. Tapi, kesan akan pengarang buku ini
terhadap feminisme cukup lekat. Saya sotoy sih. Tapi mungkin begitu.
Kedua, saya tertipu.
Karena ditulis di sampul belakang kalau ini adalah novel, ternyata adalah
kumpulan cerpen. Iya, kumpulan cerpen yang dibuat sedemikian rupa sehingga kita
seolah menjadi Ayla yang membaca Lilith's
Bible.
Ketiga, sebenarnya napas
dari cerita-ceritanya sama. Menyerempet gotik, juga thriller yang buat ngilu. Mungkin juga akan membuat bosan karena
terkesan "sama saja". Tapi, saya tetap suka. Dari awal saja saya sudah
tersentak di cerita pertama, merasa tercekik dan tersekat! It's a good material for thriller!
Keempat, saya suka dengan
pemilihan kata yang dibuat oleh pengarang. Rasanya pas. Kadang ditulis tetek, kadang payudara, mungkin untuk
menyesuaikan cerita. Dan, bagi saya itu tepat. Tapi, agak bosan dengan kata
"sintal". Karena mungkin tokoh-tokoh perempuan di sini dibuat sama
rupanya.
Kelima, ada yang aneh di
halaman 58.
"Lantas,
kugunakan itu untuk mengikatkan sepasang kaki dan tanganmu dengan terali besi
panjang. Usai itu, kutelanjangi tubuhnya hingga polos."
Abis diborgol, terus
ditelanjangi. Kalo memang ditelanjanginya dengan ngerobek-robek, baru masuk
akal sih. Hehehe.
Keenam, pemilihan judul di
beberapa cerpen. Aduh, amat disayangkan, judulnya kadang justru menjadi spoiler twist apa yang digunakan oleh pengarang. Padahal kalau judulnya tidak
seperti itu, pasti lebih nendang. Tapi, tergantung selera pembaca ya. Ini cuma
masalah selera.
Ah, di luar itu semua...
saya suka banget sama buku ini. Buku yang menutup tahun dengan apik.
Empat bintang bulat untuk
"novel dewasa" ini! :)
Catatan:
resensi dibuat pada 9 November 2013.