Pada suatu malam dingin, di
sudut kota Chicago paling tak disangka, dua orang yang tidak saling mengenal
bertemu. Dua remaja bernama sama, dengan teman-teman sangat berbeda, mendadak
mengalami perubahan hidup luar biasa, yang berujung pada perubahan hati yang
heroik dan pertunjukan musikal paling epik di SMA.
Will Grayson, Will Grayson (Gramedia
Pustaka Utama)
John Green dan David Levithan
***
Awalnya, saya ragu untuk membaca novel
terjemahan ini karena tampaknya tulisan John Green bukan selera baca saya—setelah
membaca Looking For Alaska. Tapi saya
salah. Saya begitu menikmati cerita Will Grayson dan will grayson.
Dua orang bernama sama, Will Grayson.
Masing-masing memiliki kepribadian yang berbeda, orientasi seksual yang
berbeda, dan tentu saja teman-teman yang berbeda.
Saya cukup terkejut dengan tema dan premis
cerita novel ini. Tidak biasa untuk novel remaja, karena mengusung tema
homoseksualitas. Will Grayson adalah pria straight
yang memiliki sahabat bernama Tiny Cooper—dengan tubuh besar yang ternyata
adalah gay, dan will grayson adalah gay yang tadinya menyembunyikan
orientasi seksualnya tapi tergila-gila dengan isaac—temannya di dunia maya.
Lalu pada suatu momen, Will Grayson dan
teman-temannya pergi mengunjungi konser. Sayangnya, persiapan Will Grayson
tidak berbuah mulus—meskipun dia sudah berusaha memalsukan kartu identitasnya.
Jadi dia terdampar di sebuah toko porno. Di lain pihak, will grayson sedang
melakukan perjanjian bersama isaac di toko porno. Dan akhirnya, dua orang ini
pun bertemu.
Saya suka bagaimana interaksi tokoh-tokohnya.
Mengenai persahabatan dan pencarian jati diri. Meskipun tema yang diangkat
mengenai LGBT, saya tidak terlalu mengernyit karena lebih menonjolkan sisi
pencarian jati dirinya. Plus, saya suka cerita persahabatan yang dipaparkan
oleh dua penulis ini.
Tokoh Will Grayson milik John Green tidak
menyukai drama, tapi menurut saya… dia sangat drama! Yeah, si jalang-pemekik
ini sebenarnya bukan tokoh favorit saya. Sedangkan will grayson milik David
Levithan begitu pesimis. Tapi perpaduan keduanya membuat cerita begitu
menyenangkan dan enak dibaca. Meskipun harus saya akui, adanya koneksi di
antara kedua orang bernama sama ini adalah dari Tiny Cooper si gay bertubuh besar. Tapi jika saya boleh
memilih, saya lebih suka gaya menulis David Levithan ketimbang John Green di
novel ini.
Well
done! Good writing from John Green and David Levithan!
Berapa bintang untuk novel ini kak?
ReplyDeleteKan ada di "kategori"-nya itu... :D
DeleteAku pun lebih suka gaya berceritanya David. Sederhana.
ReplyDeleteSetuju... :D
DeleteAku pun lebih suka gaya berceritanya David. Sederhana.
ReplyDeleteAku pun lebih suka gaya berceritanya David. Sederhana.
ReplyDelete