"Milea, kamu cantik, tapi aku belum mencintaimu. Enggak
tahu kalau sore. Tunggu aja" (Dilan 1990)
"Milea, jangan pernah bilang ke aku ada yang
menyakitimu, nanti, besoknya, orang itu akan hilang." (Dilan 1990)
"Cinta sejati adalah kenyamanan, kepercayaan, dan
dukungan. Kalau kamu tidak setuju, aku tidak peduli." (Milea 1990)
Dilan,
Pidi Baiq
DAR!
Mizan, 323 halaman
***
Novel
ini membuat saya penasaran sejak lama. Saya selalu urung membelinya karena
rasanya ingin meminjam saja. Tapi minggu lalu akhirnya saya tergoda untuk
membelinya.
Apa
yang membuat saya penasaran? Tentu saja review
dan rating Goodreads yang
mengapresiasi novel ini. Juga melihat betapa novel ini laris manis di pasaran.
Dengan
setting 1990, saya dibawa ke masa SMA
yang ceria. Tentang Milea yang menceritakan keunikan-keunikan Dilan. Sebenarnya
tingkah Dilan ini bisa digolongkan manis, bahkan saya sempat meringis geli di
awal novel. Tapi lama-kelamaan… saya tidak menemukan di mana lucunya. Yeah,
masalah selera aja. Lama-kelamaan, saya terganggu dengan dialog yang terlalu
banyak.
Di
awal juga sempat gregetan dengan mantan pacar Milea. Juga sempat tertarik
dengan keadaan Milea yang masih berstatus mantan. Lalu akhirnya… ya… begitu.
Saya mungkin tidak memiliki rasa humor yang baik. Payah banget saya memang.
Bahkan banyak adegan yang saya skip.
Saya juga merasa banyak yang “kasar” tulisannya.
Ada
yang berkomentar, katanya novel ini “Bandung” banget candaannya. Jadi, apakah
itu sebabnya saya tidak bisa relate
dengan novel ini, ya? Tapi bagaimanapun juga, saya tetap akan membeli novel
keduanya sih. Semoga aja di novel kedua saya bisa menikmatinya ya.